Hai, sahabat ELempung . Kali ini aku akn berbagi
pengalamanku ketika berkunjung ke Tougei no mori. Oya, Tougei no Mori itu
adalah tempat pelestarian budaya atau pelestarian keramik di Jepang terletak di 2188-7,
Chokushi, Shigaraki-cho, Koga city 529-1804, tempat tersebut sering digunakan Mahasiswa dari berbagai negara untuk
mempelajari tentang keramik (artist residence).
Nah, pengalamanku ini berlangsung pada
tanggal 5 Mei 2013 bertepatan dengan golden week (libur nasional Jepang).
Berhubung di Jepang ada ‘Golden week’ selama 4 hari, awalnya aku bingung mau
ngapain karena aku tinggal sendiri di rumah dan teman-teman ku sedang pulang
kampung. Sebelumnya ada せんぱい senpai (senior) ,yang bertanya pada ku tentang rencanaku saat
golden week tiba. Saat itu aku masih bingung, dia
mengatakan kepada ku bahwa pada saat Golden week akan banyak seniman keramik
yang melakukan aktivitas di studio Tougei no Mori. Lalu aku sengaja mengirim
email ke salah satu staff Tougei no Mori (Central Ceramic Curtural Park),
namanya Minako san. Aku bertanya kepadanya apakah hari Minggu studio Tougei no
mori buka, dia menjawab bahwa pada hari Minggu akan buka dan dia
mempersilahkanku untuk berkunjung ke Tougei no Mori. Yap,, awalnya tujuanku adalah
mengunjungi studio, melihat aktivitas seniman yang sedang beraktifitas, dan
ingin sedikit berbincang-bincang. Ternyata eh ternyata,,, waktu aku sampai di tujuan terlihat sepi. Aku
celingak-celinguk kanan kiri seperti
ayam yang sedang mencari mamaknya.
Fakta yang terjadi adalah ‘Studio Closed’.
Aku pun juga tidak dapat menemui Minako san, karena saat itu dia berada di
Hiroshima. Sedikit kecewa, tapi saat aku melihat ke
atas (bukit Tougei no Mori) ada banyak orang yang sepertinya seperti mengantri
sembako, aku penasaran dan mulai berjalan menuju bukit. Wuah, kata pertama yang
aku ucapkan adalah ‘MANTAP’. Ternyata ada Japan Ceramic Market Festival,
seperti melihat berlian di kerumunan orang. Mataku sampai mau copot. Kususuri
satu per satu stand dan iseng ngobrol dengan senimannya.So, tidak rugi jalan 3Km dari rumah ke Tougei no Mori :) .
Pada saat itu aku datang di salah satu stand yang
memajang karya begitu menarik, aku dekati, aku melihat. Pemiliknya bernama
Yoshihiro Kumon, usianya kira-kira 50 tahun-an. Ketika aku menatap dan ingin
bertanya sesuatu tentang karyanya tiba-tiba, dia terlebih dahulu bicara pada ku.
Ngotot ngaku-ngaku kalau sudah pernah
bertemu denganku sebelumnya. Aduh, muka merah rada GR ini, padahal aku merasa
belum pernah sama sekali melihat Yoshi san. Dengan ketrampilan bahasa Jepangku
yang masih kelas teri aku beranikan diri untuk bertanya-tanya lagi mengenai
karya-karyanya. Perbincangan kita berlangsung lama. Yoshi san meminta kontak
ku, nama dan alamat email. Dia ingin aku menceritakan tentang Indonesia dan
Keramik Indonesia (pikirku link baru
ni) J. Dan dia
pun dengan senang hati menawariku untuk datang ke studionya di Nagano belajar
tentang teknik pembakaran keramik dengan Akane-Gama. Dari stand Yoshi san, aku move ke stand di sebelahnya.
Senyuman manis dan salam ‘Konichiwa’diberikan
kepadaku. Kembali lagi aku beraksi
dengan ketrampilan bahasa jepangku yang tidak beda dengan saat aku bebincang
dengan Yoshi san alias masih standar level kelas teri. Dengan PD dan gaya
seperti wartawan infotaiment Insert
di trans TV aku bertanya-tanya kepada mereka (Kimiko san dan Yasumi san)
berbincang-bincang dengan si penunggu stand (seniman). Tiba-tiba mereka juga
ngotot meminta identitasku. Dari no telpon, alamat rumah, alamat email, sampai
makanan kesukaan. Jika ada waktu mereka mengundangku bermain ke rumahnya untuk
makan bersama dan melihat workshop di studionya. Entah mengapa, apa karena aku
asing? Apa aku yang menarik ? Atau karena aku ......??? Tak tau. Ehm, GR jadi merasa seperti Ema Watson, artis Hollywood yg sedang berjalan di red
carpet . Mengenai tawaran mereka tentu saja aku menerima, apalagi dapat
makan+workshop gratis, aduh kapan
lagi coba. Begitulah orang jepang, sangat welcome
dan respect terhadap orang asing.
Tiga jam aku muter-muter kaya gangsing di area festival, mengamati karya-karya seni yang high quality. Aku sangat terpukau karena
keramik yang mereka suguhkan ke customer memang memiliki nilai seni yang lebih
dari rata-rata, dilihat dari teknik, desain dan tingkat kekreatifan mereka yang
tinggi. Dan memang dari setiap stand menyajikan keramik yang selalu berbeda,
baik dari segi teknik dan desain. Setiap stand memiliki ciri khas sendiri.
Benar-benar pure creative. Wajar saja
jika harga yang dipatok selangit, 1 mangkuk kecil saja bisa mencapai 3000 yen
atau 300.000. Jadi ingin suatu saat nanti aku bisa membuat Pagerjurang (desa
vokasi keramik di Bayat, Kab. Klaten) seperti Shigaraki. Mimpi besarku setelah
dari Jepang.
Selain keramik, aku juga menemukan stand makanan
di Festival tersebut. Stand makanan merupakan hal yang wajib di setiap event Jepang. Menu wajib yang disajikan
adalah Takoyaki dan Yaki soba (Mi Goreng). Selain itu masih banyak lagi menu
lain yang disuguhka. Aku memilih menu American cake yang harganya terjangkau
dan saya pikir bisa menggalnjal perut yang sedah keroncongan. Makanan Jepang
rasanya sangat lezat dan menurutku rasanya pun tidak berbeda jauh dari makanan
Indonesia. So, yang mau datang ke Jepang jangan khawatir dengan makanannya.
Sekian ya Sahabat Elempung untuk pengalaman ini.
Semoga bermanfaat, menginspirasi dan bisa membuat sahabat Elempung mencintai seni
dan Lempung (tanah liat) .
No comments:
Post a Comment